MAKASSAR, BANGSAONLINE.com - Acara Pra Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 yang dipusatkan di Asrama Haji Sudiang Makassar, 22-23 April 2015, berlangsung panas. Acara bertemakan ”Islam Nusantara sebagai Islam Mutamaddin menjadi Tipe Ideal Dunia Islam” yang dibuka oleh Wagub Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, itu hujan interupsi saat panitia mensosialisasikan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk pemilihan Rais Am kepada peserta.
”Acara ini sebenarnya kan seminar nasional tapi berubah jadi sosialisasi AHWA. Akhirnya peserta banyak yang interupsi menolak AHWA diterapkan pada Muktamar NU ke-33 di Jombang,” kata Ketua PWNU Sulawesi Utara KH Drs Syaban Mauludin kepada BANGSAONLINE.com Kamis sore (23/4/2015).
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Namun, kata Syaban Mauludin, upaya Panitia Pusat Muktamar NU ke-33 bisa dikatakan gagal total dalam menggiring peserta untuk mendukung Ahwa. ”Ya bisa dikatakan seperti itu. Karena peserta banyak yang interupsi,” kata Kiai Syaban Mauludin.
Prof. Dr. H Nasruddin Suyuti, MSi, Ketua PWNU Sulawesi Tenggara, membenarkan bahwa peserta menolak AHWA diberlakukan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. ”Sosialiasi itu tak efektif,” kata Prof. Dr. H Nasruddin Suyuti, MSi, kepada BANGSAONLINE.com Kamis sore (23/4/2015). Menurut dia, semula dirinya masih ingin mendengar apa yang mau disampaikan oleh Pantia Pusat Muktamar NU ke-33. ”Tapi peserta sudah ramai interupsi,” kata Prof. Dr Nasruddin Suyuti.
Menurut Nasruddin Suyuti, peserta acara Pra Muktamar NU terdiri dari 10 PWNU dan sebagian PCNU dari Makassar. ”Dari 10 PWNU yang hadir kita sepakat menolak sistem AHWA ini diberlakukan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang,” kata Prof. Dr. H Nasruddin Suyuti.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Menurut dia, 10 PWNU itu sepakat sistem pemilihan Rais Am dan Ketua Umum Tanfidziah PBNU dalam Muktamar ke-33 di Jombang nanti adalah yang sesuai dengan AD/ART sekarang atau seperti pemilihan di Muktamar NU ke-32 di Makassar. Dalam AD/ART NU pasal 41 poin a disebutkan, rais am dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
Nasruddin Suyuti menjelaskan, 10 Rais dan Tanfidziah PWNU itu bukan hanya menolak secara lisan tapi sepakat menandatangani pernyataan sikap menolak AHWA diberlakukan pada Muktamar NU ke-33 di Jombang. Mereka adalah Rais dan Ketua Tanfidziah PWNU Sulawesi Selatan, PWNU Sulawesi Barat, PWNU Sulawesi Tenggara, PWNU Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, PWNU Gorontalo, PWNU Maluku, PWNU Maluku Utara, PWNU Papua dan PWNU Papua Barat.
Surat pernyataan sikap 10 PWNU itu kemudian diserahkan kepada Ketua Steering Committee Muktamar NU ke-33 H. Slamet Effendi Yusuf. Tapi, menurut Nasruddin Suyuti, Slamet Effendi Yusuf masih sempat mempersoalkan surat pernyataan sikap tersebut karena tak ada stempelnya. ”Soal stempel kan tak perlu dimasalahkan. Substansinya 10 PWNU menolak Ahwa diberlakukan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang,” kata Nasruddin Suyuti.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Kegagalan Panitia Muktamar NU ke-33 di Makassar ini berarti kegagalan kedua dalam menyosialisasikan AHWA. Sebelumnya, dalam Pra-Muktamar bertema “Penguatan NU melalui Sistem Ahlul Halli Wal Aqdi” di Pondok Pesantren Al Mansyuriyyah, Bonder, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga gagal total. Peserta acara itu menolak sistem AHWA versi PBNU yang hanya mewakilkan 9 kiai untuk memilih Rais Am Syuriah PBNU diterapkan dalam Muktamar ke-33 di Jombang.
“Ya gagal total. Karena AHWA kan sudah ditolak di Munas-Konbes kok masih dibahas lagi,” kata KH Ir Mahfudz, MM, Mustasyar PWNU Nusa Tenggara Barat (NTB) kepada BANGSAONLINE.com saat itu. Mantan Ketua Tanfidziah PWNU NTB ini termasuk perserta acara Pra Muktamar yang aktif memonitor perdebatan soal AHWA.
Menurut Nasruddin Suyuti, sebenarnya bukan AHWA yang ditolak, tapi pelaksanaan Ahwa dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. ”AHWA-nya baik. Tapi kenapa harus buru-buru. Kan masih perlu disosialisasikan dulu. Jadi perlu waktu panjang. Lagi pula sistem yang sekarang ini kan juga AHWA,” katanya.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Ia mengungkapkan bahwa Munas dan Konbes NU belum pernah memutuskan AHWA. ”Saya sendiri datang dalam Munas dan Konbes,” katanya. Karena itu ia heran kok sekarang tiba-tiba disosialisasikan dan seolah sudah diputuskan Munas dan Konbes.
Pembukaan Pra Muktamar NU di Makassar ini dihadiri jajaran Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU. Selain itu juga dihadiri Rais Syuriyah NU Sulsel Anregurutta KH Sanusi Baco, Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang KH Salahudin Wahid (Gus Dur) yang adik kandung Gus Dur, Rais Syuriyah NU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar, Rektor Universitas Islam Makassar Dr. Majdah M. Zain yang juga Ketua LPTNU Sulsel, Kakanwil Sulsel H Abd Wahid Thahir yang juga Ketua NU Makassar, para Ketua Lembaga/Lajnah dan Badan Otonom NU Sulsel serta ribuan warga Nahdliyin. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News